“Semangat konservasi gajah bukan dalam mitigasi konflik saja, tetapi lebih ke bagaimana menyelamatkan gajah dan manusia secara bersamaan,” sebuah pesan yang sangat berkesan dari Alm. Bapak Rahmad Saleh, S. Hut., M. Sc. mengawali Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan pada Selasa (13/09).
SATWA LIAR FKT UGM- Fakultas Kehutanan UGM telah mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bersama BKSDA Jambi, FZS, dan beberapa stakeholder terkait. FGD yang diadakan di Pusat Informasi Konservasi Gajah (PIKG), Desa Muara Sekalo, Kabupaten Tebo ini merupakan rangkaian dari program “Pengembangan Sistem Informasi Deteksi Dini Konflik Manusia-Gajah Berbasis WebGIS melalui Pemanfaatan Bioakustik dan Mobile Application di Bentang Alam Bukit Tigapuluh” yang dimulai sejak bulan Maret lalu.

Kegiatan diawali dengan presentasi oleh Bapak Dr. Muhammad Ali Imron, S.Hut., M.Sc. selaku Program Manager. Dalam pemaparannya, Pak Imron menyampaikan bahwa telah dilakukan survei selama kurang lebih 90 hari pada kawasan Bentang Alam Bukit Tigapuluh. Survei tersebut menghasilkan data sementara spasial dan analisis vokalisasi gajah liar yang hidup di Bentang Alam Bukit Tigapuluh. Tak hanya itu, beliau juga menunjukan versi pra-rilis webGIS- mobile application yang telah diberi nama Datuk Gedang.
“Kegiatan yang kami lakukan tidak terlepas dari keterlibatan para pihak,” ucap Pak Imron di sela- sela FGD. Dengan demikian, UGM juga membutuhkan bantuan dari para pihak untuk menentukan isi dan informasi yang akan dicantumkan dalam WebGIS.
FGD ini mendapat respon positif dari seluruh pihak yang hadir. Berbagai saran dan masukan juga diberikan untuk keberhasilan pengembangan sistem deteksi dini. Mengintegrasikan sistem baru yang sedang dikembangkan dengan sistem yang sudah ada, seperti SMART Patrol, menjadi salah satu poin dalam diskusi. Walaupun, berbeda dengan SMART, sistem yang sedang dikembangkan oleh UGM ini akan lebih mempertajam dalam konteks penanganan konflik, khususnya gajah. Bapak Teguh Sriyanto, S.Hut., M.I.L. selaku Plt. Kepala BKSDA Jambi berharap, sistem ini dapat mempercepat proses informasi untuk mencegah terjadinya konflik Manusia-Gajah dan mempermudah pekerjaan di lapangan. “Sistem ini menjadi salah satu jawaban dari puzzle konservasi gajah di Bukit Tigapuluh,” ujar Pak Teguh. Selain itu, Pak Teguh juga menyebutkan bahwa BKSDA Jambi selalu membuka ruang sebesar- besarnya bagi seluruh pihak yang akan bersinergi dalam konservasi gajah.
