SATWA LIAR UGM- Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) mengadakan penutupan program dan penyerahan Sistem Informasi Datuk Gedang sebagai kontribusi dalam upaya mitigasi konflik manusia-gajah berbasis suara di Kawasan Bentang Alam Bukit Tiga Puluh, Jambi pada (28/2/2024). Sejak dua tahun lalu, terhitung sejak 2022, Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama dengan para mitra lokal, dengan mitra kunci Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, melalui pendanaan dari Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Sumatera untuk membangun sistem informasi deteksi dini konflik manusia-gajah yang diberi nama Datuk Gedang. Nama Datuk Gedang diambil dari istilah panggilan gajah bagi warga lokal, khususnya Sumatra.
“Harapannya agar nama Datuk Gedang mudah diingat, serta mudah diintegrasikan dengan berbagai inisiatif dalam upaya konservasi Gajah, terutama di Jambi,” ucap Dr. Muhammad Ali Imron, selalu perwakilan tim UGM. Datuk Gedang merupakan sebuah sistem untuk deteksi dini konflik manusia-gajah yang mengintegrasikan webGIS, mobile application, dan suara gajah atau biasa dikenal dengan bioakustik. Bioakustik ini dipahami sebagai ilmu yang mempelajari karakteristik suara yang berkaitan dengan makhluk hidup, dalam hal ini Gajah Sumatera. Dengan adanya, Datuk Gedang diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi publik dalam melaporkan konflik atau keberadaan gajah, khususnya di bentang alam Bukit Tigapuluh yang saat ini digunakan sebagai lokasi pengembangan.
Menurut Dr. Imron, upaya konservasi bagi satwa yang dijuluki sebagai raksasanya pulau Sumatra ini diakui perlu perhatian khusus. “Tantangan pengelolaan bagi gajah sumatera tidak hanya terkait dengan kebutuhan ruang, namun juga kompetisi ruang dengan manusia,” ucap Dr. Imron melanjutkan.
Melalui program riset ini, Fakultas Kehutanan UGM mencoba untuk tidak hanya menjawab pertanyaan untuk kepentingan sains. Melainkan juga dalam penerapannya di lapangan. Meski demikian, program ini tidak serta-merta menawarkan sebuah solusi tunggal untuk menyelesaikan masalah melainkan sebagai salah satu upaya penyelesaian masalah. “Kami menyadari, sebagai sebuah universitas, kami memiliki keterbatasan dalam konteks di lapangan. Tentu sistem ini juga masih perlu banyak pengembangan lanjutan,” ungkapnya.
Pernyataan ini disetujui oleh Ir. Donal Hutasoit, M.E. selaku Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. Baginya, penyelesaian interaksi negatif manusia-gajah memang tidak bisa menggunakan single option. Dengan adanya pengembangan bioakustik sebagai sistem deteksi dini menjadi pendukung teknologi deteksi gajah yang telah ada. Apalagi, sistem informasi yang dikembangkan oleh UGM memiliki sistem real time yaitu kelebihan penyampaian informasi cepat. “Kecepatan informasi menjadi penting bagi kami untuk memberikan langkah yang tepat, cepat, dan terbaik, agar satwa dan manusia dapat hidup bersama,” ungkap Bapak Donal.
Ia juga menambahkan, adanya pengembangan sistem deteksi dini sangat relevan dengan upaya konservasi gajah di Bentang Alam Bukit Tiga Puluh. Besarnya luasan kawasan, terkadang menyulitkan petugas untuk mendeteksi keberadaan gajah di semua lokasi. Tentu, dengan adanya sistem ini sangat mendukung dalam deteksi keberadaan gajah, khususnya pada lokasi potensi interaksi manusia-gajah di kebun atau desa yang berbatasan langsung dengan habitat gajah.
Baginya, kolaborasi dan kerja sama sangat penting untuk dilakukan. Terkhususnya perguruan tinggi yang memiliki kontribusi nyata terhadap riset ataupun yang bersifat aplikatif. “Roh konservasi juga berada pada sains, jika tidak didukung oleh kajian-kajian ilmiah. Kadang-kadang bisa dipatahkan dengan berbagai kepentingan yang ada,” cetusnya.
Selain penutupan program, juga dilakukan penyerahan hasil berupa Sistem Informasi Datuk Gedang yang dilakukan melalui penandatanganan berita acara dan penyerahan alat secara langsung oleh UGM dan BKSDA Jambi. Acara yang diselenggarakan di Hotel Odua Weston Jambi ini, turut dihadiri oleh mitra-mitra konservasi gajah di kawasan Bentang Alam Bukit Tiga Puluh, baik dari akademisi, lembaga, ataupun perusahaan konsesi.