The Bioacoustics Equipment and Training (BEAT) Program for Indonesia and Malaysia is back for its third year!!
Are you a passionate conservationist, researcher, or practitioner eager to explore how bioacoustics can support biodiversity and habitat conservation?
Join BEAT Year 3, a program supporting your bioacoustics journey and helps you learn the power of sound in conservation ![]()
What Selected Teams Receive:
SwiftOne recorders
One-year virtual training sessions from the BEAT Network
Mentorship with experienced experts
Be part of a growing regional bioacoustics network
Application Deadline: 30 November 2025 (23:59 WIB / UTC+7)
Read detailed info & requirements: https://s.id/Call-For-Proposal-BEAT-Y3
(Or click the link in our bio / scan the QR code on the poster!)
How to Apply:
Download application form listed in the RFP document and send your completed proposal to ihearbeat.program@gmail.com
Subject line : BEAT Y3_your project name
Let’s amplify the sound of conservation across Indonesia and Malaysia! ![]()
![]()
![]()
![]()
![]()
![]()
![]()
![]()
![]()
#Bioacoustics #Conservation #BEATProgram #BEATY3 #Indonesia #Malaysia #BEATNetwork #SoundForConservation #WildlifeMonitoring
Pagi di banyak sudut kehidupan di Pulau Jawa, kerap diawali kicau burung dari sangkar yang tergantung di teras-teras rumah. Kicauannya terdengar nyaring, seolah bersaing dengan suara lain yang berhamburan menyambut pagi. Bagi banyak orang Indonesia, kicau burung memang sudah lama jadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Suaranya yang merdu dipercaya membawa keteduhan, ketenangan, ataupun hiburan, sementara pasar burung tumbuh menjadi ruang di mana ribuan orang datang untuk mencari “melodi” mereka sendiri. Namun, dibalik keindahan dan tradisi ini, sebuah studi berjudul “Quantifying market prevalence, abundance, and suitable habitats of bulbuls in Java, Indonesia“ mengungkap kenyataan yang mengancam kelestarian salah satu kelompok burung paling populer: cucak-cucakan (bulbuls).
Di tengah ancaman terhadap keanekaragaman hayati global maupun Indonesia, teknologi bioakustik hadir sebagai pendekatan inovatif dalam upaya konservasi. Melalui pemanfaatan suara alam –mulai dari kicauan burung hingga mamalia besar— bioakustik memungkinkan kita untuk melakukan survei ataupun pemantauan. Dr. Muhammad Ali Imron selaku Kepala Laboratorium Pengelolaan Satwa Liar Fakultas Kehutanan UGM, turut melihat kajian ini sebagai ilmu masa depan di bidang konservasi. Apalagi penerapan bioakustik di Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan dalam penanganan masalah konflik manusia-satwa.
Ujian Terbuka Arni Syawal pada Program Doktor Kehutanan UGM, 12 Oktober 2024
Anjing yang kita tahu selama ini, merupakan binatang yang biasa menggongong. Namun ternyata ada satu species anjing liar yang hidup di dataran tinggi Pegunungan Tengah di Pulau Papua dan tidak bisa menggonggong tapi hanya bisa melolong. Anjing tersebut adalah New Guinea Singing Dog (Canis hallstromi, Troughton, 1957), merupakan predator berukuran besar yang ada di pulau tersebut dan mampu beradaptasi pada situasi penambangan terbuka di Pegunungan Tengah oleh PT Freeport sejak tahun 1973.
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada melalui skema pendanaan dari Tropical Forest Conservation Act (TFCA)-Sumatra mengembangkan sistem informasi deteksi dini konflik manusia gajah berbasis WebGIS melalui pemanfaatan mobile applications dan bioakustik di Bentang Alam Bukit Tiga Puluh-Jambi. Proyek ini telah dijalankan selama dua tahun, terhitung sejak awal 2022. Bioakustik memegang peranan kunci dalam proyek ini, di mana sinyal vokalisasi gajah memungkinkan deteksi keberadaan gajah dari jarak jauh, sehingga diharapkan dapat digunakan untuk mendeteksi potensi konflik lebih dini. Dengan menggabungkan data bioakustik yang telah dikumpulkan selama berjalannya proyek dan mengintegrasikannya dengan WebGIS dan aplikasi mobile, inovasi ini diharapkan menjadi solusi tambahan bagi upaya mitigasi konflik manusia-gajah.
Gajah kalimantan (Elephas maximus borneensis), subspesies dari gajah asia (Elephas maximus), kini menghadapi ancaman serius yang memicu perhatian internasional. Baru-baru ini, International Union for Conservation of Nature (IUCN) merilis status konservasinya sebagai spesies Endangered/terancam, melalui penilaian yang dilakukan pada November 2023. Kategori status tersebut diberikan kepada spesies-spesies yang menghadapi risiko kepunahan tinggi di alam liar pada waktu yang akan datang. Penetapan status konservasi ini menyoroti urgensi perlindungan dan langkah-langkah konservasi yang lebih efektif untuk menyelamatkan gajah kalimantan dari ambang kepunahan.
SATWA LIAR UGM- Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama Yayasan Good Forest Indonesia (dulu Fairventures Worldwide (FVW) Indonesia) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah telah mengembangkan sistem untuk menggerakkan stakeholder dan masyarakat dalam pengumpulan data keanekaragaman hayati dan potensi alam yang berada di sekitar mereka. Fase pengembangan ini sudah mencapai tahap pelatihan pada Selasa (28/2/2024) di Desa Tahawa, Kalimantan Tengah. Hal ini juga jadi penanda bahwa sistem informasi sudah siap digunakan di lapangan.
SATWA LIAR UGM- Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) mengadakan penutupan program dan penyerahan Sistem Informasi Datuk Gedang sebagai kontribusi dalam upaya mitigasi konflik manusia-gajah berbasis suara di Kawasan Bentang Alam Bukit Tiga Puluh, Jambi pada (28/2/2024). Sejak dua tahun lalu, terhitung sejak 2022, Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama dengan para mitra lokal, dengan mitra kunci Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, melalui pendanaan dari Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Sumatera untuk membangun sistem informasi deteksi dini konflik manusia-gajah yang diberi nama Datuk Gedang. Nama Datuk Gedang diambil dari istilah panggilan gajah bagi warga lokal, khususnya Sumatra.
SATWA LIAR FKT UGM- Dalam era yang kian terdigitalisasi, penggunaan data telah menjadi landasan utama bagi ilmu pengetahuan, termasuk studi satwa liar. Oleh karenanya, Laboratorium Pengelolaan Satwa Liar Fakultas Kehutanan (FKT) UGM didukung oleh The Nature Conservancy mengadakan kegiatan “Pelatihan Analisis Data Menggunakan Python” selama dua hari pada (19-20/01). Pelatihan yang diadakan secara luring ini mengundang Dr. Ahmad Ridwan Tresna Nugraha, Kepala Pusat Penelitian Fisika Kuantum BRIN sebagai narasumber.
Selama kurang lebih satu tahun terakhir, Fakultas Kehutanan UGM melalui Laboratorium Pengelolaan Satwa Liar telah aktif mencoba untuk memanfaatkan peluang pengembangan teknologi bioakustik sebagai salah satu upaya mitigasi konflik satwa-manusia, khususnya dalam konteks interaksi negatif dengan Gajah. Inisiatif ini diwujudkan melalui program “Pengembangan Sistem Informasi Deteksi Dini Konflik Manusia-Gajah berbasis WebGIS melalui Pemanfaatan Mobile Application dan Bioakustik di Bentang Alam Bukit Tiga Puluh-Jambi” atau saat ini dikenal sebagai Sistem Informasi Datuk Gedang.